Penning Stories You'll Love to Read

Ahoy Pipel! Welcome aboard! A warm and heartfelt welcome to all who've joined me here. Your presence is truly appreciated. Thank you!

Minggu, 24 Desember 2017

Pendidikan Merusak Seorang Perempuan

Sebelum masuk lebih dalam lagi, alangkah lebih baiknya jika mengklarifikasi dulu judul yang ingin aku bawakan. Sedikit terbilang kurang mengenakan untuk didengar, apalagi untuk para kaum perempuan pengejar pendidikan dan pejuang kesetaraan pendidikan seperti kalian semua, termasuk aku juga. Jadi kenapa aku tetep mau bahas judul ini padahal sudah jelas-jelas 180 derajat sangat bertolak belakang dengan background aku? Well, aku beri pengertian sedikit sama kalian, sebelum kalian judge aku dengan statement yang belum tentu benar adanya. 

Jadi awal mulanya pikiran ini menetas dan akhirnya jadi curut kuning adalah....

Pada zaman dahulu kala, engga deng kelamaan. Aku waktu itu dapet satu kalimat yang agak menyentil dari sebuah buka, judul bukunya "Katak Dalam Tempurung" karya Josephine Chia. Jadi dari buku itu aku dapat cerita tentang seorang wanita yang hidup didalam sebuah adat peranakan China Singapura yang masih sangat kental. Masih era ke-eksisan perjodohan, orang tua yang keras, jauh pendidikan tinggi, dan banyak dirumah mengurus hal-hal yang menjurus ke arah perempuan banget. Tapi perempuan ini sedikit membantah adat ini. Perempuan yang diceritakan disini adalah ibu sang penulis dan ibunya itu pada akhirnya sakit Alzheimer, ini kisah nyata. Nah, dari salah satu perkataan ayahnya si perempuan (kakek penulis) itu bilang, kalo pendidikan itu merusak seorang perempuan. Hmmm, Aku jadi tertarik sama perkataan ini, dan sedikit mikir tentang apa ya sisi positif dan maksud dari perkataan bapak ini, karena aku emang suka begitu. Mencari maksud terselubung dari sebuah perkataan (eaakkk). Disini aku mencoba untuk ditengah-tengah biar ga goyang atau berat ke sisi lain (walaupun sedikit sulit, karena aku sesungguhnya juga perempuan yang peduli banget sama pendidikan, apalagi sama kamu:) 

Jadi semua pemikiran ini terbantu dari angan-angan dan mimpi aku yang pengen nanti kalau udah tua itu aku dirumah, ngurus suami, ngurus rumah, tinggal ngeliat anak sukses, hidup di pinggir hutan musim gugur (yang daunnya kuning semua itu loh) jauh dari suasana kota tapi aksesnya yang udah mudah, rumah serba putih gaya Amerika lengkap dengan halaman dan pagar putihnya, tiap pagi nge-teh didepan rumah, abis itu ngurusin kebun bunga didepan rumah dan kebun sayur di belakang rumah, terus bikin kue tiap hari, masak dan nemuin resep rahasia keluarga, nenun dan bikin syal sama sweater di kursi goyang, baca buku di pinggir tungku perapian sambil ngeliatin suami yang juga baca buku, bersihin rumah sendiri, nulis buku, dan hal-hal yang berbau kaya gitu lainnya. Satu yang paling penting adalah uang pensiun mengalir dengan sendirinya. Pokoknya kalo aku udah tua pengennya jadi perempuan seutuhnya gitu. Tapi ada satu pertanyaan besar, kenapa mesti nunggu tua? kenapa engga sekarang aja? kenapa jadi perempuan seutuhnya-nya pas udah tua? 

Naaahhhh.... akhirnya aku menemukan maksud perkataan bapak itu tapi dari versi aku sendiri. Menurut aku, sekarang ini aku belum bisa melakukan semua hal itu karena aku masih butuh akses untuk menuju kesana dan salah satu caranya adalah dari kesuksesan, darimana sukses “sebagian besar” berasal? Kalian pasti tau jawabannya. Aku masih butuh banyak hal dan yang pasti masih sibuk berkutat dengan pendidikan yang semakin keatas jenjangnya semakin banyak juga tanggung jawabnya. Masih mau memperjuangkan mencari pekerjaan yang mapan daripada jadi ibu rumah tangga dirumah. Jadi untuk belajar hal-hal yang perempuan banget kadang menyempatkan, dan akhirnya terabaikan dengan asumsi kalau nanti udah sukses aku bisa bayar orang, perempuan karir ga perlu belajar hal itu, dan mungkin juga ada yang berpikiran kaya aku yakni bisa ngelakuin hal itu di usia senja. Dan pada akhirnya pendidikan merusak seorang perempuan. 

Tapi pasti ada yang berpikiran, "Kita bisa belajar semua hal itu dari sekarang. Pendidikan untuk cari pekerjaan dan pendidikan untuk menjadi perempuan sejati. Pasti cuma males aja kan belajar ngurus rumah dan masak, ga usah banyak alasan". Oke baiklah, aku setuju dengan pendapat itu, tapi kita juga harus ingat kalau kemampuan, kesibukan, fokus (dan.. ya ada faktor kemageran juga sih) setiap orang itu berbeda-beda. Jangan punya kebiasaan untuk memukul rata semua orang, toh pada kenyataannya sekarang ini banyak juga perempuan yang pada ga bisa ngurus rumah dan masak tapi bisnisnya bececer kemana-mana (Ku harus mencari kemana, kekasih tercinta... shtt). Berarti itu sebuah fakta kalau kemampuan orang itu berbeda-beda. 

Dan pasti juga ada yang berpikiran kenapa perempuan harus susah-susah sekolah buat bisa cari pekerjaan. Toh nanti kalian itu dipersunting sama orang yang akan bertanggung jawab penuh atas kalian gitu loh, susah amat. Hidup yang enak dan mudah aja ada, kenapa mesti repot cari yang susah sih. Well, kalian sebagai seorang anak pasti punya cita-cita untuk bisa memberi kepada orang tua kan. Ya, walaupun nantinya aku bakalan jadi seorang istri yang ga akan menghidupi siapa-siapa, tapi aku punya orang tua yang harus ku buat bangga atas aku, ada orang tua yang harus ku balas budinya (walaupun mereka ga sedikit pun minta untuk dibalas). Nah.. aku masih punya tanggung jawab moral kepada kedua orang tua ku, jadi ya aku harus sekolah dengan baik dan dapat pekerjaan yang baik dan semoga bisa membanggakan. Ini bisa juga di bilang ke poin ke-fokusan sih. Jadi fokus mana yang pengen kita pilih, fokus membalas budi orang tua atau fokus mempermudah diri kita sendiri. 

Jadi, menurut pendapat aku tentang judul ini tu itu. Agak beribet ya bahasanya. Pokoknya inti dari semua ini adalah orang yang mementingkan pendidikan sekarang ini terkadang mereka tidak bisa menjadi “seorang perempuan” yang mempunyai kemampuan lihai di bidang kerumah tanggaan (bukan berarti yang milih pendidikan bukan perempuan loh ya). Karena mereka harus memilih, sebagian besar tidak bisa menjadi master di keduanya, masternya pasti di salah satunya, fokus yang diperjuangkan berbeda. Dan perlu aku tekanin, pendidikan disini bukan mereka yang mengambil pendidikan tinggi loh ya. Pokoknya semua pendidikan dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Jadi ya memang ada benarnya perkataan dari bapak-bapak itu, yang mana pendidikan merusak seorang perempuan. Tapi juga ga seratus persen benernya, karena kita juga ga diwajibin menjadi perempuan yang sempurna tapi alangkah lebih baik menjadi perempuan yang pembelajar. Jadi kalau ada perempuan yang ga bisa ngurus rumah jangan langsung nge-judge yang kasar ya. Dilihat dulu apa yang sebenarnya dia kerjakan di balik itu. Yang penting dia mau belajar menjadi yang lebih baik.

Oke, jadi itu tadi sedikit kegiatan aku berbagi ketidak pentinganku. Semoga bisa menghibur kalian dan bisa membuat kalian berkata “Apasih Maya ga jelas”. Dan kalau kalian tidak setuju dengan semua ini kalian boleh kok punya pemikiran lain dan yang pasti aku bakalan respect sama pemikiran kalian juga, mari saling respect saja. AKU YAKIN BANGET DI TULISAN INI BANYAK SALAHNYA. Jadi maapin ya, karena aku hanya ingin menulis, terimakasih sudah mau mampir dan baca. Sini kiss dulu, kiss bye aja. Bye..bye... 

Wonogiri
[23:50]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar