Hai..hai manusia bumi pemakan nasi dan roti!
Bulan Agustus udah mau berahir aja nih.
Gimana? Udah merasa merdeka? atau masih ada yang kurang dan mesti
diperjuangin? memperjuangkan cintanya mungkin xixi..
Oh iya, seperti biasa aku balik lagi buat nulis nih. Kali ini aku mau nulis pengalamanku menyelami lautan samudera Hindia (yeaaah).
Bukan..bukan.. aku mau membagi pengalamanku hidup seminggu di lereng
gunung Sumbing Wonosobo. Tepatnya belajar banyak tentang salah satu
wilayah bagian Wonosobo dan kehidupan sekitarnya.
Jadi gini, aku ikut program FIB Mengajar
yang diadain oleh Dimas BEM FIB Undip 2017. Program ini berlangsung
selama seminggu, dari tanggal 30 Juli – 5 Agustus 2017 (udah lama banget
yak haha). Ya memang judul programnya FIB Mengajar, tapi sebenernya
disini malah aku yang banyak belajar disana (hehe maklum, manusia yang masih perlu banyak belajar soalnya).
Jadi letak persisnya program ini adalah di Desa Kwadungan, Kecamatan
Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Seperti apa pengalaman
seminggu behargaku disana, yu mari dilanjut baca sampai tulisan ini
kandas.. cusss!!!
Karena ini banyak banget, aku buat
point-point aja ya pengalaman aku disana. Biar kalian enjoy bacanya ga
beribet kaya pikiran penulisnya.
- Penyesuaian cuaca dari panas ke dingin.
Perbedaan cuaca yang sangat signifikan
antara Semarang dan Wonosobo membuat tubuh menggigil tak karuan. Bahkan
pas baru sampe disana aja cuacanya hujan dan berkabut tebal gitu. Jadi
belum bisa lihat keajaiban pemandangan alam disana kaya apa. Ini dia
buktinya…
Kabut-kabut basah gitu kan? ehehe. Tolong
adegan diatas jangan ditiru ya. Apalagi buat para ciwi-ciwi kalem,
standart semampai. Hanya ciwi-ciwi nekad haus pengalaman ekstrime yang
mau begitu, apalagi dibelakangnya diikutin bapak-bapak tuh (Kaga tau
malu emang nih wkwk).
- Pemandangan alam yang ahay banget, diapit gunung Sumbing dan Sindoro yang aduhai.
Setelah sebelumnya kabut tebal waktu pas
kedatangan. Akhirnya pagi berikutnya cuacanya berangin. Widih tambah
dingin dah tu. Tapi karena berangin, maka kabut disekitar hilang,
terbawa angin dan kenangan-kenangannya. Dan cuaca menjadi amat cerah
seperti wajah penulis saat ini wkwk. Nah pas jalan ke SD buat mandi pagi
(boong, kalo pagi ga pernah mandi wkwkwk). Cuci mukalah, sama
bersih-bersih biar keliatan lebih semangat didepan murid-murid. Dan
jeng..jeng..jeng..!! Aku melihat sang mentari keluar dari ufuk timur,
malu-malu sembunyi di bahu sebuah gunung besar yang keliatannya hanya
dekat sekali, bahkan jalan dan sawah-sawah dilerengnya pun terlihat
begitu dekat. Masya Alah… Sumbing, kau begitu gagah nan rupawan. Tak
henti-henti mata ini menatap sampai didepan kamar mandi. Ternyata masih
antri. Yasudah duduk dulu didepan ruang kelas. Daaaaannn… disitu aku
melongo lagi. Belum juga kekagumanku pada Sumbing berakhir, kini didepan
mataku ada Sindoro yang gagah menjulang berhias kabut tipis dan
semburat sorotan mentari yang bersembunyi di balik Sumbing. Rasa-rasanya
aku ingin segera lari saja dan mendaki mereka wkwkw.. apasih. Sungguh
keindahan milik Tuhan yang luar biasa.
Ini Sumbing yang benar-benar mencolok mata. Foto ini diambil dari
depan Balaidesa, tempat kami menginap. Deket kan, tinggal naik dikit
(dikit…!).
Ini Sindoro, yang begitu gagah rupawan.
Foto ini diambil juga dari depan Balaidesa tempat kami menginap, hanya
saja cuma berbeda arah. Sekitar 90 derajat kekiri dari letak Sumbing.
Ini hutan Pinus Segomatinya, eh bukan itu tangan ku.. sek sek ganti foto dulu, tapi males ngehapus yang itu hehe..
Dan masih banyak foto spot bagus lainnya. Ntar kalo di sisipin semua ga muat dah..
- Guru TK? siapa takut?
Jadi selama mengajar di Wonosobo, aku
mendapatkan jatah untuk mengajar anak TK disana. Duh, anaknya lucu-lucu
banget. Ada yang sakit gigi sampe pipinya di kasih salonp*s gede banget,
banyak yang lagi pilek, nangis, berantem, ada yang berambut gimbal, dan
yang lebih anehnya ibu-ibu yang nungguinnya ikut masuk kedalem kelas
(kan eke jadi grogi buk). Tapi itu semua menjadi tantangan tersendiri
kok. Emang awal hari pertama masih pada malu-malu gitu, tapi hari-hari
selanjutnya mereka aktif banget kok.
Segala macam metode kita lakukan demi
menarik perhatian mereka agar jatuh hati sama kita bertiga. Dari mulai
bawa boneka buat belajar, nyanyi-nyanyi sampe suara abis, nari-nari
dengan lincah seakan ga inget umur, dan usaha gagal lainnya. Walaupun
begitu kita tetep berusaha, dan itu semua membuahkan hasil yang baik.
Bahkan hari terakhir kita ngajar disana, kita diajak jalan-jalan kehutan
pinus Segomati. Konon katanya hutan pinus ini dulu bekas tempat
pembataian mata-mata dari China saat perang kemerdekaan Indonesia
berlangsung. Kenapa desa ini banyak horornya ya? tapi indahnya juga ga
kalah kok.
Bahkan banyak sekali hal-hal yang diluar
nalar sehat kita terjadi disini, tapi aku ga bakalan sebutin disini.
Karena nanti kalian yang baca ini jadi takut untuk mengabdi ke daerah
terpencil. Percayalah, horor adalah pelengkap pengalaman indah kita
dalam mengabdi eaaa. Mengabdilah, karena itu menyenangkan.
(Tuh lucukan anak-anaknya, yah jadi
kangen sama kalian deh bu Maya, hiks. Semoga nantinya bisa melihat
kalian lagi ya, mungkin melihat kalian udah jadi pilot, dokter, guru,
tentara, polisi dan jadi bintang (???). Karena Bayu katanya mau jadi
bintang yang ada dilangit, ntar ibu dada-dadain sama semangatin dari
bawah deh ya Bay. Semangat!! kamu pasti bisa).
- Mengajarkan arti penting kesabaran.
Tinggal di Desa ini selama seminggu
mengajarkan banyak hal, termasuk juga kesabaran. Yapss… kesabaran kita
semua disini benar-benar diuji. Dari yang mulai mandi sehari hanya
sekali dikarenakan dingin yang tak bertepi. Bahkan mau mandi pun harus
antri dulu di kamar mandi SD yang hanya berjumlah tiga biji, yang nomor
dua WC nya mampet dan si MR. EEK berenang kemana-mana wkwk. Yang nomer
tiga pintunya jebool ga bisa ditutup sempurna. Dan yang layak hanya di
kamar mandi nomor satu atau kamar mandi guru. Walhasil antrian panjang
bak di SPBU kalau pas mudik tak bisa terelakan.
Selain masalah kamar mandi dan
sebangsanya tadi. Masalah sinyal juga menjadi hal yang sangat krusial
disini. Bayangkan, didalam sebuah ruangan yang namanya sinyal itu amat
sangat langka. Nah, kalau aku menemukan banyak temen aku yang pada
berdiri digerbang SD atau bahkan berdiri dibawah tiang listrik dipinggir
lapangan, itu artinya mereka sedang berjuang untuk mendapatkan sinyal.
Perjuangan banget kan. Mengalahkan susahnya berjuang mendapatkan hatinya
uuu…
- Mengajar Anak-anak yang Ber-antusias Besar.
Bakalan malu rasanya kalau ikut program
ini tapi ngga ngikutin setiap acara yang dibuat panitia. Karena demi
apapun anak-anak disini semangat dan antusias belajarnya tinggi banget,
ngga pada males-malesan. Bayangin aja dari pagi banget mereka udah
berangkat sekolah, bahkan kita lagi ngantri mandi aja udah ada yang
dateng. Padahal ada yang rumahnya jauh banget diatas, Desa terakhir
sebelum naik ke gunung Sumbing. Pertanyaannya adalah, mereka bangun jam
berapa? mereka mandi di air yang sedingin es ini? rumahnya jauh tapi
nyampe pagi banget yak?
Setelah sekolah ada program namanya Taman
Siswa. Oh iya taman siswa ini adalah rangkaian acara yang dibuat oleh
panitia. Fungsi taman siswa ini adalah untuk membantu murid-murid SD
dari kelas 1-6 menyelesaikan apa yang belum mereka pahami tentang
pelajaran yang tadi di sekolah ajarin. Bisa disebut juga fasilitas extra
time mereka buat menggali apapun yang belum kuasai. Bisa juga buat
membantu mereka ngerjain PR atau tugas yang diberikan waktu di kelas.
Dan lagi-lagi mereka semangat banget mengikuti kegiatan ini. Pulang jam
12, taman siswa jam satu, tapi jam 12 lebih 15 kadang udah ada yang
dateng. Jadi pulang cuma ganti baju doang. Bahkan ada yang ngga pulang.
Aku terharu deh hiks.
Taman siswa biasanya sampai jam 3-an atau
bisa lebih, karena belum pada mau pulang. Sehabis itu main-main atau
seru-seruan. Main voli, lari-larian, dan permainan masa kecil yang sudah
lama aku rindukan lainnya. Dan akhirnya sampai sore. Padahal jam
setengah 5 ada kegiatan ngaji. Seperti halnya tadi, mereka cuma pulang
mandi dan ganti baju doang, terus langsung capcus ke masjid.
Ngaji yang sore itu biasanya buat TPQ
gitu sampe maghrib, sehabis maghrib ada lagi pengajian atau mereka
kadang sebut itu sebagai Yasinan (padahal bukan baca surat Yassin, but
it’s okay).
Suasana Sekolah
Suasana Taman Siswa
Suasana Ngaji
Maen-maennya. Ceritanya lagi nonton bola antar desa, eh nonton kabut sih sebenernya wkwk.
Tuhkan mereka semangat banget. Mereka ga ada waktu buat malas-malasan dirumah, tidur siang, nonton TV, dan kegiatan wasting time
lainnya. Malahan kita dari pengajarnya yang sering telat, soalnya harus
mandi ngantri, ga kuat menahan dinginnya sikap Wonosobo (eh, cuaca
maksudnya) dan mungkin ada yang capek, dll.
- Kesenian daerah khas Wonosobo.
Ada salah satu cerita unik yang terjadi
pas pasukan kita mengajar di Desa Kwadungan ini. Jadi tiba-tiba ada
acara dadakan yang diadakan oleh pihak desa untuk menyambut kita disana.
Ya walaupun ada sedikit cerita mistis dibaliknya. Kesenian ini disebut
dengan Kesenian Daek atau Dayak. Kesenian ini adalah kesenian tari
dengan musik kendang dan bonang. Para penari berpakaian merah-merah,
pake pedang-pedangan dan memakai gelang kaki sehingga menciptakan suara
yang sedikit agak menyeramkan. Konon katanya kesenian tari ini
diciptakan untuk menghormati arwah seorang leluhur yang tinggal di pohon
beringin di belakang SD yang kita tempati untuk mengajar. Dan selama
tarian berlangsung, akan ada satu persatu dari penari yang berjatuhan.
Berjatuhan karna apa? karna “kerasukan” arwah dari penunggu pohon
beringin tersebut. Dan penari-penari yang kerasukan ini bakalan
diturutin apapun permintaannya, tapi mintanya sih sebangsa minum air
teko, bunga melati, topeng serem gitu, sama boneka yang serem juga.
Penari yang kerasukan ini tidak semuanya langsung disembuhkan, akan
tetapi ada yang dibiarkan menari-nari mengelilingi para penari lain.
Bahkan penari yang kerasukan ini juga menyeruduk warga lainnya, jikalau
ada warga yang duduk atau bersandar, karena sebenarnya filosofi dari
tarian ini adalah mengajarkan setiap warga agar tidak bermalas-malasan.
Pokoknya mistis-mistis gitu deh, aku aja merinding liatnya.
Ini boneka yang diminta, sudah disiapkan sebelumnya.
TADA…!!
Dan tiba di bagian akhir juga akhirnya.
Selama ini aku selalu merasa bahwa hidup yang ada saat ini tidak
seberuntung hidup mereka yang ada diatasku, maka dari itu aku terus
bergerak untuk bisa menetapkan hidupku sudah patut dikatakan layak dan
sama seperti mereka yang notabene sekarang sudah ada diatasku. Pasti
bukan hanya aku yang merasakan hal ini, kalian pasti juga pernah merasa
begitu. Kurang ini kurang itu, mengapa begini mengapa begitu, dan
mengapa tidak seenak seperti yang mereka dapatkan, padahal porsinya
sudah sama.
Namun ada yang kurang. Tidak selamanya
hidup itu terus bergerak. Ada kalanya hidup harus berhenti sebentar,
memperhatikan sekitar, dan belajar dari keadaan. Perhatikan orang-orang
ang ada disekitarmu dan amati baik-baik. Lalu curilah pengalamannya
untuk kau jadikan pembelajaran kedepan juga. jadi kita akan mempunyai
banyak pengalaman, entah itu dari diri kita sendiri ataupun dari
pengalaman orang lain.
Semoga lain waktu bisa diberi kesempatan
untuk mengunjungi setiap sudut pelosok Indonesia yang lain. Mempelajari
keunikannya, tradisi yang ada, dan cara hidup dan cara pandang yang
berbeda dari sudut pandang kita dan juga bisa mengambil banyak
pembelajaran disana.
Nah, itu dia pengalaman-pengalaman aku
selama mengabdi di Wonosobo. Banyak dukanya, tapi terkalahkan oleh
sukanya disana. setiap daerah punya keunikannya sendiri-sendiri. Dulu
aku pernah mengabdi ke Rembang, tapi waktu itu aku belum mulai untuk
menulis jadi pengalaman itu tidak tertulis sebagai sejarah disini.
Sayang sekali kan? iya betul. Lain kali akan kutulis pengalaman
mengabdiku yang lain. Doakan saja Tuhan memberiku banyak umur agar bisa
lebih banyak mengabdi untuk Negri ini dan membaginya lewat
tulisan-tulisan yang mungkin tak bermakna lebih ini, Aamin.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya, see you bye bye…
Semarang, 26 Agustus 2017
(22:18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar