Penning Stories You'll Love to Read

Ahoy Pipel! Welcome aboard! A warm and heartfelt welcome to all who've joined me here. Your presence is truly appreciated. Thank you!

Rabu, 21 November 2018

Antara Tradisi dan Eksistensi


Hallo manusia bumi morphosa..
Apa kabar? semoga baik saja. Oh iya nih, habis pada libur peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ya. Seneng dong pasti bisa libur dan merayakan tradisi kelahiran Rasulullah. Nah, mau nulis apa lagi nih ya? ada aja yang melintas dan minta ditulis.

Oke, seperti yang telah disabdakan oleh judul pos ini, eakk. Jadi aku mau bahas tradisi Maulid Nabi yang ada di daerah aku. Jadi aku cerita dulu dikit ya. Di daerah aku tu kalau acara peringatan maulid nabi, awal puasa, atau peringatan agama lainnya (selain hari raya) itu ada yang namanya INGKUNGAN. Apaan tuh? Jadi ingkungan tu kaya semacam kondangan yang dibuat oleh semua warga desa. Masing-masing rumah membawa jamuan seperti ayam setengah matang (Baru direbus aja belom digoreng) sama nasi uduk di taruh di baskom dan di bungkus kaya semacam taplak meja dan dibentuk layaknya tas pengembara gitu. Jamuan ini di bawa kerumah kepala desa tepat jam 4 sore pas hari maulid nabi. Jadi nanti jamuan ini ditaruh ditengah, dan orang-orangnya duduk melingkari ingkung ini. Setelah dimulai, petugas mulai membuka satu persatu bungkusan itu, diambil salah-satu bagian ayamnya (Biasana paha bawah) dan diambil secentong nasi uduk, habis itu ditutup lagi. Semua bungkusan harus di seperti itu kan. Nah kalau sudah semua, hasil yang dikumpulkan ini bakalan di bagikan ke orang-orang yang duduk mengelilingi ini, dulu sih mereka kaya bawa daun pisang dari rumah buat wadah ini. Setiap orang yang datang harus kebagian. Setelah prosesi pembagian selesai, saatnya sesepuh atau ulama di desa ini mendoakan. Berterimakasih kepada Tuhan atas datangnya peringatan maulid nabi ini dan berterimakasih karena masih diberikan kenikmatan dan rejeki. Setelah itu pulang kerumah masing-masing.

Sungguh tradisi yang sangat unik dan perlu dijaga agar tidak punah bukan. Terlepas ini ada atau tidak dalam aturan agama tapi berdoanya masih kepada Tuhan yang sama, dan tidak menduakan-Nya (musrik). Anggap saja sebagai budaya yang perlu dijaga untuk meragamkan tradisi yang ada di Indonesia.

Tetapi....
Ada satu hal yang sangat mengganjal dari adanya peringatan tradisi ini. Yaitu perihal, kemampuan seseorang dalam melaksakan tradisi ini. Jadi begini awal mulanya, aku kan pas ada acara ini kemarin kebetulan lagi dirumah ibu, karena memang libur. Ada salah satu tetangga yang pagi-pagi sudah kerumah. Tidak sengaja mendengar, beliau meminta gajinya bekerja untuk minggu depan diminta sekarang. Beliau tidak mempunyai cukup uang untuk membeli ayam untuk membuat ingkung. Kalau tidak membuat, beliau kasian pada anaknya yang masih kecil jika tidak ikut acara dimana teman-temannya pasti ikut semua. Dan yang paling penting adalah malu pada tetangga apabila tidak membuat. Setelah tetanggaku ini pergi aku mendekati ibu, beliau bercerita kalau kejadian ini juga pernah ibu alami beberapa tahun silam saat kakakku, aku, dan adikku masih kecil. Karena alasan yang sama akhirnya ibu merelakan anting-anting kesayangannya dijual untuk membeli ayam (Kehidupan kami masih susah sekali dulu). Namun setelah anak-anaknya dirasa sudah mengerti, kalau ibu tidak punya uang pasti tidak membuatnya, bahkan jika terpaksa hanya menggunakan telur rebus pun pernah. Sebenarnya bisa hanya menggunakan telur, tidak harus ayam. Namun ya itu, ada eksistensi yang dijaga. Tidak ikut pun juga tidak masalah, namun ya itu tadi. Masyarakat malu jika tidak ikut membuat ingkung ini.

Dari situ saya mulai berpikir liar lagi, oh sial. Jadi sebenernya tradisi seperti ini malah disalahgunakan untuk menebar eksistensi. Berapa banyak dan seberapa besar ingkung yang dimasak akan memperlihatkan kalau orang ini memiliki eksistensi yang tinggi dalam keberhasilan ekonominya. Ya memang kasus sepeti ini tidak hanya dalam tradisi ini saja. Tetapi disetiap lini masyarakat pasti akan ada praktik seperti ininya. huft...

Lalu apa yang salah? tradisinya? bukan. Mindset manusianya agar tidak terlalu punya hasrat besar untuk pamer kesuksesan. Namun bukankah hal itu lumrah terjadi pada manusia? iya betul, tetapi alangkah lebih baiknya jika tidak berlebihan dan kesannya malah mengucilkan manusia kecil yang lain. Dan untuk yang mungkin tidak bisa melaksanakannya harusnya dibawa santai saja. Tidak usah sungkan dan malu eksistensi akan runyam. Dan Itu saja yang ingin aku tulis. Mari memikirkan keadaan dan perasaan orang lain, walaupun tidak bisa membantu paling tidak bisa mengerti:)

Sekian.

Semarang,
21 November 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar