Satu hal paling berharga yang aku pelajari dari orangtuaku adalah tentang bagaimana membangun bisnis—bukan hanya dengan strategi atau modal, tapi dengan loyalitas. Sejak awal merintis usahanya, beliau selalu memperlakukan para mitra bisnisnya dengan penuh hormat dan kebaikan. Tidak sekadar sebagai rekan kerja, tapi sebagai manusia yang layak dihargai.

Aku sering melihat bagaimana beliau tampak “terlalu baik” dalam urusan kerja sama. Bahkan, kadang aku merasa beliau terlalu mengutamakan hubungan dengan para mitra dibanding mengejar keuntungan besar. Tapi di situlah pelajaran penting itu muncul.

Beliau pernah berkata, “Bisnis bukan cuma soal uang. Tapi tentang kepercayaan dan kesetiaan. Karena saat kita sedang tidak punya apa-apa, para mitra itulah yang tetap berdiri bersama kita.” Dan benar saja—banyak dari mereka tetap mengirimkan barang ke toko kami, meskipun pembayaran harus ditunda. Mereka percaya pada orangtuaku. Bukan karena kami selalu tepat waktu membayar, tapi karena mereka tahu, jika kami mampu, kami pasti akan menepatinya.

orangtuaku membangun bisnisnya bukan dengan janji-janji kosong, tapi dengan reputasi yang dijaga baik. Dan dari situlah aku belajar: dalam dunia yang penuh persaingan, hubungan yang tulus bisa jadi pondasi terkuat dalam berbisnis.


==============================================================


One of the most valuable lessons I learned from my parents is the importance of loyalty in business. From the very beginning of their entrepreneurial journey, they consistently treated their business partners with respect, integrity, and kindness—always prioritizing long-term relationships over short-term profit.

At times, I even felt he was going too far placing the well-being of their partners above maximizing earnings. But as I grew older, I began to understand the wisdom behind their approach.

They once told me, “Business is not merely about money. It's about trust and loyalty. Because when difficult times come and we have nothing to offer, it is the loyalty of our partners that keeps us going.”

And they were right. Many of their partners continued to supply us, even when payments had to be delayed. They trusted us—not because we were always prompt, but because they knew that we valued and honored our commitments whenever we were able.

My parents built their business not simply through transactions, but through relationships grounded in mutual respect. It is from them that I learned this truth: in a world of constant competition, genuine relationships may be the most enduring foundation for sustainable success.



 

From "Arcane: League of Legends" Series



People often think power belongs to those who were born with it: the smartest, the fastest, the strongest. The ones who always win the race, ace the test, lead the room. That’s the image we’ve been fed: that power is something you either have, or you don’t.

But that’s not how the real-world works.

Real power doesn’t belong to the people who had it easy. It belongs to those who are willing to go through hell to earn it.

Not the ones at the top by default but the ones who claw their way up, inch by inch, even when everything is stacked against them.

The strongest might never know how to lose.

The smartest might never take the kind of risks that lead to real growth.

And the fastest? They might just be the first to run when things get hard.

But what about the ones who are called “weak”?

The ones who are overlooked, counted out, underestimated from the start?

If they’ve got will, they’re the ones you should never sleep on.

They’ve had to learn how to fight just to survive.

They fall, but they rise.

They struggle, but they don’t stop.

They don’t wait around for chances; they make their own.

They don’t complain. They keep showing up, even when it hurts.

They may not look powerful by society’s standards. No spotlight, no loud applause, no trophy shelf.

But inside, they carry something dangerous: a raw, burning determination.

And that’s something no one can hand you; and no one can take away.

So, if you’ve ever felt small, lost, invisible; if you’ve ever questioned your worth; listen close:

You’re exactly where real power begins.

Power doesn’t come from perfection.

It doesn’t come from being born with more than others.

It comes from refusing to quit.

It comes from having every reason to give up — and choosing not to.

And in a world full of people chasing quick wins and shortcuts, the person who’s willing to bleed, sweat, and keep showing up?

 

That’s the one who becomes unstoppable.

 






Dalam kehidupan manusia, keberhasilan dan kegagalan adalah dua sisi dari koin yang sama, datang bergantian dalam siklus yang tak terhindarkan. Banyak orang berpendapat bahwa semua ini bergantung pada "keberuntungan". Namun, apakah kita benar-benar percaya pada konsep keberuntungan itu? Bagiku, keyakinan "No Luck Here, Only Work Hard" tampaknya lebih relevan dalam perjalanan hidupku.

Bukan berarti aku menolak keberadaan keberuntungan sepenuhnya. Lebih dari itu, aku berusaha menanamkan dalam diri bahwa keberuntungan bukanlah faktor utama yang menentukan hasil akhir. Sebaliknya, aku percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah buah dari kerja keras dan usaha yang konsisten. Dengan keyakinan ini, setiap langkah yang aku ambil akan dipersiapkan dengan dedikasi dan kerja keras yang tak tergoyahkan.

Namun, bagaimana jika kita telah bekerja keras tetapi hasilnya tetap nihil? Ketika memulai perjuangan, kita harus siap menghadapi kemungkinan sukses maupun kegagalan. Meskipun aku sudah mempersiapkan diri dengan matang dan menghadapi risiko dengan sikap "Nothing to Lose", kegagalan tetap bisa memberikan dampak mental yang mendalam dan menyakitkan.

Ketika usaha kita tampaknya sia-sia dan hasilnya jauh dari harapan, dampak psikologisnya bisa sangat berat. Perasaan kecewa dan frustrasi bisa membebani jiwa, meskipun aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan kehidupan.

Belakangan ini, aku mengalami serangkaian kegagalan yang terasa seperti beruntun. Aku gagal lolos tahap kesehatan akhir rekrutmen di tempat yang sangat aku impikan. Tak lama setelah itu, aku harus meninggalkan pekerjaan yang ada. Semua kejadian ini terjadi hampir bersamaan. Bayangkan betapa hancurnya perasaanku saat itu.

Sebagai upaya penyembuhan, aku biasanya melakukan aktivitas pendakian gunung. Namun, setelah mendaftar untuk aktivitas ini, aku terpaksa harus membatalkannya karena lututku cedera. Aku harus menjalani proses pemulihan selama dua minggu. Bahkan untuk menyembuhkan sakit hati, aku tidak diizinkan untuk melakukannya. Bagaimana kondisi perasaanku? Tentu saja semakin memburuk.

Namun, aku mulai belajar satu hal yang sangat berharga: "Sembuh Sendiri". Kata ini kini sangat berarti bagiku. Karena aku telah mampu memberikan kesembuhan untuk diriku sendiri. Bagaimana caranya? Aku tidak begitu tahu, tapi yang jelas seiring dengan berjalannya waktu, kondisiku mulai membaik. Setelah sembuh, hidupku mulai tertata kembali. Aku mendapatkan pekerjaan baru yang tampaknya akan sangat ku sukai (memaksa diri untuk menyukai setiap pekerjaan yang aku lakukan).

Saat ini aku sudah lebih tenang dan berdamai dengan kegagalan masa lalu serta belajar untuk memperbaiki di masa depan. Ya, mungkin terdengar seperti generasi Z yang menye-menye, tapi itulah kenyataan yang aku hadapi. Aku tidak akan mengelak dari hal ini.

Walaupun perjalanan masih jauh dan panjang dan mungkin akan menemukan banyak kegagalan yang lain di kemudian hari, paling tidak saat ini aku sudah mengetahui bahwa diriku dapat sembuh dengan sendirinya. Inilah yang membuatku memiliki kekuatan baru untuk menghadapi tantangan di masa yang akan datang (bisa dimasukan di CV untuk melamar kerja ya).

Jadi, bisakah kita sembuh sendirian? Jawabannya tentu bisa. Aku sudah membuktikannya. Semoga kalian juga bisa menemukannya dalam perjalanan kalian masing-masing. Luv


Yogyakarta,
August 2, 2024




Siapa yang akan duduk di coffeeshop sambil menonton Netflix? Mungkin terdengar aneh, tetapi begitulah aku menghabiskan hari Minggu ini. Sejatinya, menonton Netflix paling ideal dilakukan di atas kasur, bukan? Namun, setelah melalui hari yang cukup melelahkan, secangkir kopi di coffeeshop terasa lebih menyenangkan.


Kemarin, Sabtu, aku harus masuk kerja untuk menjaga stand di acara yang diselenggarakan di kota domisiliku. Sebagai pekerja yang selalu siap kapanpun dibutuhkan, termasuk di hari libur, aku merasa terbiasa. Walaupun hanya bekerja satu hari, rasanya tidak mungkin kembali menjalani rutinitas weekend seperti biasa, seperti mengunjungi rumah orangtuaku. Meski begitu, aku sempat bermalam di rumah orangtuaku untuk mengambil beberapa baju kerja yang diperlukan. Keesokan paginya, aku harus segera kembali ke kota tempatku menetap dengan segudang tugas menanti, seperti membayar tagihan serta mengurus urusan dewasa lainnya dan tentu saja setelah itu bekerja hingga larut malam.


Akhir pekan ini terasa lebih melelahkan daripada weekdays, karena aku harus banyak beraktivitas ke sana kemari. 


Berbicara tentang coffeeshop dan Netflix, aku menghabiskan hari Minggu dengan menonton film "Madame Web." Menurutku, film ini cukup bagus, meski aura superheronya tidak terlalu kuat. Namun, aku tetap mengagumi Dakota yang memerankan tokoh utama dalam film ini. Secara pribadi, aku akan memberi nilai 7 dari 10 untuk film ini.


Hari liburku terasa sangat membosankan jika hanya dihabiskan di tempat tinggalku sambil scroll handphone, doing nothing and wasting time. Oleh karena itu, sedikit perubahan suasana dengan duduk di coffeeshop terasa menyenangkan. 


Oh iya, doakan aku mendapatkan apa yang aku harapkan ya. Sepertinya akan ada pengumuman penting minggu ini. Aku berharap kabar baik yang datang, meskipun tidak dipungkiri ada sedikit rasa nervous menghadapi pengumuman tersebut. Wish me luck, guys. See you in the success part! 





Please, for once in my life, let me g̶e̶t̶ ̶w̶h̶a̶t̶ ̶I̶ ̶w̶a̶n̶t earn what I deserve. | by Haven Diaries | Jun, 2024 | Medium



Dengan sedikit usaha dan perubahan, hari yang awalnya biasa saja bisa menjadi lebih berarti. Terus semangat dan tetap berusaha untuk mencapai apa yang kita impikan. Selamat menikmati hari libur kalian!



Solo, 
June 23 2024



 


Do you already know what sustainable finance is? I recently learned a great deal about this topic from a webinar hosted by Mata Garuda (@matagaruda.lpdp). Here's the essence of what I gathered: Sustainable Finance involves comprehensive support from the financial services sector to achieve sustainable economic growth by aligning economic, social, and environmental interests. In this context, the government plays a crucial role by providing incentives through sustainable financing to encourage the growth of sustainable projects, particularly in the energy transition sector and the development of SMEs. The government aims to enhance the competitiveness of sustainable projects by offering lower interest rates and longer tenor facilities compared to conventional financing. This decision aligns with the understanding that sustainable projects often take longer to achieve significant growth compared to non-sustainable ones. These efforts not only support the development of sustainable projects but also create a conducive environment for sustainable financing, in accordance with the government's commitment to achieving sustainable development goals.


#MGTalks

#SustainableFinance

#IndonesiaNZE2060